Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Difteri

Pendahuluan

Pengertian Difteri, Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah dengan imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diptheriae strain toksin. Penyakit ini ditandai dengan adanya peradangan pada tempat infeksi, terutama pada selaput mukosa faring, laring, tonsil, hidung dan juga pada kulit.

Definisi

Suspek Difteri adalah orang dengan gejala faringintis, tonsilitis, laringitis, trakeitis, atau kombinasinya disertai demam tidak tinggi dan adanya pseudomembran putih keabu-abuan yang sulit lepas, mudah berdarah apabila dilepas atau dilakukan manipulasi.

Probable Difteri adalah orang dengan suspek Difteri ditambah dengan salah satu gejala berikut:

1. Pernah kontak dengan kasus (<2 minggu). 
2. Imunisasi tidak lengkap, termasuk belum dilakukan booster.
3. Berada di daerah endemis Difteri. 
4. Stridor, Bullneck. 
5. Pendarahan submukosa atau petechiae pada kulit. 
6. Gagal jantung toxic, gagal ginjal akut. 
7. Myocarditis. 
8. Meninggal. 

Kasus kontak adalah orang serumah, teman bermain, teman sekolah, termasuk guru dan teman kerja yang kontak erat dengan kasus. Kasus carrier adalah orang yang tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan positif Corynebacterium diphteriae.

Strategi Pencegahan dan Pengendalian KLB Difteri

1. Penguatan imunisasi rutin Difteri sesuai dengan program imunisasi nasional. 
2. Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus Difteri.
3. Semua kasus Difteri dirujuk ke Rumah Sakit dan dirawat di ruang isolasi. 
4. Menghentikan transmisi Difteri dengan pemberian prophilaksis terhadap kontak dan karier. 

Cara Penularan

1. Terjadi secara droplet (percikan ludah) dari batuk, bersin, muntah, melalui alat makan, atau kontak langsung dari lesi di kulit. 

2. Tanda dan gejala berupa : 
 - infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas, 
 - nyeri tenggorok, 
 - nyeri menelan, 
 - demam tidak tinggi (kurang dari 38,5º C), dan 
 - ditemui adanya pseudomembrane putih/keabu-abuan/kehitaman di tonsil, faring, atau laring yang tak mudah lepas, serta berdarah apabila diangkat. 
 - Sebanyak 94 % kasus Difteri mengenai tonsil dan faring. 

3. Gejala Lanjutan Pada keadaan lebih berat : 
 - kesulitan menelan, 
 - sesak nafas, 
 - stridor dan 
 - pembengkakan leher yang tampak seperti leher sapi (bullneck). 
 - Kematian biasanya terjadi karena obstruksi/sumbatan jalan nafas, kerusakan otot jantung, serta kelainan susunan saraf pusat dan ginjal. 

4. Prognosis. 
Apabila tidak diobati dan penderita tidak mempunyai kekebalan, angka kematian adalah sekitar 50%, sedangkan dengan terapi angka kematiannya sekitar 10%, (CDC Manual for the Surveilans of Vaccine Preventable Diseases, 2017). 
Angka kematian Difteri rata- rata 5 – 10% pada anak usia kurang 5 tahun dan 20% pada dewasa (diatas 40 tahun) (CDC Atlanta, 2016). 

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dalam Perawatan Penderita Difteri.

1. Pencegahan 
 - Tenaga kesehatan yang memeriksa/ merawat Penderita Difteri harus sudah memiliki imunisasi lengkap. 
 - Bila penderita dirawat, tempatkan dalam ruang isolasi (single room/ kohorting), tidak perlu ruangan dengan tekanan negatif. 
 - Lakukan prinsip kewaspadaan standar, gunakan Alat Pelindung Diri (APD). 
 - Pada saat memeriksa tenggorok penderita baru gunakan masker bedah, pelindung mata, dan topi. 
 - Apabila dalam kontak erat dengan penderita (jarak <1 meter), menggunakan masker bedah juga harus menggunakan sarung tangan, gaun, dan pelindung mata (seperti: google, face shield)

2. Imunisasi DT dan TDMUNSASI DT DAN TD 
– Meski kedua jenis vaksin ini punya nama yang hampir sama, tapi hati-hati karena keduanya berbeda. Imunisasi Dt adalah imunisasi yang diberikan untuk mencegah beberapa penyakit infeksi seperti difteri, tetanus, dan batuk rejan (pertusis). Sedangkan imunisasi Td merupakan imunisasi lanjutan dari imunisasi Dt agar anak semakin kebal dengan ketiga penyakit infeksi tersebut. Kedua vaksin ini sebenarnya memiliki fungsi yang sama, yaitu mencegah terjadinya penyakit infeksi difteri, tetanus, dan batuk rejan (pertusis). Namun, yang berbeda adalah waktu pemberian serta komposisi dosisnya.

3. Imunisasi DT 
Anak setidaknya mendapatkan lima kali imunisasi Dt dengan jadwal berikut: 
 - Satu dosis pada usia 2 bulan 
 - Satu dosis pada usia 4 bulan 
 - Satu dosis pada usia 6 bulan 
 - Satu dosis pada usia 15-18 bulan 
 - Satu dosis pada usia 4-6 tahun

Berikut Penyuluhan Difteri yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum dr. Abdul Rivai

dediarpandi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.